3 Jurus Jitu Hadapi Bully Verbal

Februari 16, 201627 Comments

3 Jurus Jitu Hadapi Bully Verbal. Kalau ngomongin bully verbal, langsung ingat masa kecil. Salah satu yang hampir dialami oleh kita semua adalah saling ledek dengan memanggil nama bapaknya. Iya apa iya? Ngacuuung..LOL.

Eniwei tau nggak nama Bapak saya siapa? YASIN. Jadi dari kecil saya udah kenyang banget diledek sama teman teman, “Eh, ntar malem jangan lupa Yasinan ya!” Atau, “Kita Yasinan yuk..” lalu yang lain koor “YAAAASIIIINN…Wal qur’anil hakim..” Gerr..mereka pun tertawa terpingkal pingkal.

Saya? Pas masih kecil nangis, gedean dikit paling manyun. Tapi tetep aja. Kesel. Sekarang? Ya mana ada yang berani gituin, hahaha.

Then, anak-anak kita sekarang masih jaman nggak ya ledek-ledekan kayak gitu? Yes, masih. Dan bukan hanya masalah nama orangtua. Kasus bully, termasuk di dalamnya adalah bully verbal sangat banyak.

Mungkin yang akrab mengisi saluran berita kita adalah aksi aksi bullying fisik yang sudah cukup membuat kita bergidik mendengarnya. Bagaimana tidak? Anak usia SD meninggal karena dipukuli temannya, ada yang meninggal karena disiram bensin dan kemudian dibakar. Itu untuk usia SD ya, belum yang usia SMP, SMA, bahkan Mahasiswa!

Gusti…jaman macam apa ini? 🙁

Itu untuk bullying fisik. Masih ada jenis bully lain yang dampaknya tidak kalah parah dari bully fisik. Jika bullying fisik dilakukan dengan menyakiti fisik seperti memukul dan lainnya, tapi yang layak menjadi catatan kita, biasanya hal itu bermula dari: Bully Verbal.

Ya, betapa banyak kasus penganiayaan bahkan pembunuhan yang berawal dari hal yag keliahatannya sepele. Ledek ledekan, nggak terima, main pukul, balas, keroyok, lost control hingga akhirnya berujung maut.

Menurut KPAI, jumlah anak sebagai pelaku kekerasan (Bullying) di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus pada 2014 menjadi 79 kasus di 2015. Anak sebagai pelaku tawuran juga mengalami kenaikan dari 46 kasus di 2014 menjadi 103 kasus di 2015. (Republika, 30 Desember 2015)

Lalu bagaimana cara kita mengajarkan anak-anak untuk menghadapi bully verbal? Oh, wait..benarkah yang mendapat bully verbal hanya anak-anak? Bukankah kita, sebagai orang dewasa pun masih suka nyinyir dan membully orang lain hanya karena alasan: beda prinsip, beda keputusan, atau hanya beda aliran politik.

Maka mari berkaca, jangan jangan anak anak itu layaknya cermin bagi kita: memantulkan dengan jelas, teladan macam apa yang kita berikan untuk mereka.

3jurus-jitu-hadapi-bully-verbal.html

Di SMA dulu, ada teman sekelas yang agak gendut. Nggak gendut banget kok. Tiap dia maju ke depan kelas entah karena disuruh guru atau piket menghapus papan tulis, rame deh disorakin “Wuih..papan tulis kemana ya? Kok tiba tiba ilang?”-_- Ada lagi teman yang berkulit hitam, kalau giliran dia yang maju, nyorakinnya “Huwaa..ada baju jalan sendiri. Serem banget ya.”-__-.

Kebayang hebohnya kelas saya? Ya gitu deh. Sampe ganti walikelas 4 kali saking nggak kuat punya murid kayak gitu. Ish, ini berarti saya termasuk ya? Errr..nanti kita tunggu testi dan komentar dari alumni sana ya. Hahaha…

Yah…saya sih nggak pernah nanya ke yang bersangkutan gimana rasanya digituin. Dulu cuma ketawa ketawa. Tapi kalau sebenernya mereka nggak terima? Who knows. Ada loh temen saya korban bully verbal cukup parah. Kalau saya jadi dia belum tentu saya kuat. Tapi dia kayaknya fine fine aja. Cuek beibeh. Dan suatu kali, statusnya di facebook membuat saya tertegun dan merenung cukup lama.

Saat itu sedang ramai kasus bully memang. Dia menulis begini, “Saya udah kenyang dibully dari dulu. Tapi lihatlah, roda berputar. Sekarang kehidupan saya Alhamdulillah jauh lebih baik dari mereka-mereka yang dulu sering membully saya”.

See? Ternyata dia masih ingat SAMPAI SEKARANG. Urusan memaafkan memang ranah yang sangat pribadi. Boleh jika Anda berpendapat ‘Ah, nggak ada gunanya nyimpen sakit hati. Udah lama kan itu, move on lah’. Tapi ijinkan juga saya berpendapat bukankan memaafkan dan melupakan adalah dua hal yang berbeda? Kita mungkin memaafkan, tapi belum tentu melupakan. Kita mungkin sudah minta maaf, tapi toh kesalahan kita sudah terlanjur ada.

Oke, kalau gitu untuk selanjutnya bahasan 3 jurus jitu menghadapi bully verbal ini mudah mudahan bisa berlaku umum ya, jadi kita sebagai orang dewasa bisa belajar bersama dan kemudian bisa mengajarkannya ke anak anak.

 Bahasan tentang bully verbal ini saya dapatkan di grup sharing Yayasan Kita dan Buah Hati. Dan saya akan membaginya dengan Anda semua. Sharing is caring, isn’t it? :).

Jadi apa saja 3 jurus menghadapi bully verbal?

1. Diam, cuek, dan menjauh

Nggak ada gunanya kan ya ngeladenin bully-an orang ke kita. Ngabis-ngabisin energi dan kebahagiaan aja. Jadi mending diam, cuekin, dan jaga jarak. Cari lingkungan dan teman lain yang positif. Dengan mendiamkan, kita berharap dia bosan dan menghentikan bully-annya kepada kita. Kalau malah makin gencar gimana? Kita coba cara kedua:

2. Balas tanpa menghina.

Nah lho, gimana caranya balas tanpa menghina? Gini, misal ada yang bilang:

“Dit, item banget lo sekarang”

Tunjuk rambut, “Ini item, kulit gue mah coklat kali. Nggak bisa bedain warna, Bro?”

“Tun, gemuk banget sekarang, udah kayak dipompa”

“Iya nih, makmur banget hidup gue. Hidup Lo gimana?”

*Contoh di atas memakai nama saya dan suami, Rotun dan Adit. Kalau ada yang namanya sama jangan baper ya 😀

Dengan menjawab demikian, maka:

  • Kita tidak membully balik, karena kan kita nanya^^.
  • Kita luruskan anggapan bahwa kekurangan yang dia lihat adalah kelebihan untuk kita. Kita tidak melihat seperti yang dia lihat.
  • Kita ngasih tau (dengan bahasa yang ‘keteplak’) bahwa kata-kata dia tidak menyenangkan buat orang lain, sehingga orang lain akan membalasnya dengan cara tidak menyenangkan pula.
  • kita berharap, dia nggak akan bisa jawab pertanyaan balik dari kita dan akhirnya diam.

Hal kayak di atas memang perlu latihan ya, bagaimana cara  self defense dan nyerang balik dengan anggun, KARENA KITA DISERANG duluan. Boro boro bisa nyerang balik kalau kita masih sibuk nata hati yang tetiba baper dan mellow abis dikatain begitu. Dan nggak pake nyolot ya, santai aja ngomongnya, hehehe..sok lah latihan di rumah *niat banget* LOL

3. Kalahkan diri kita.

HEEEEH…maksudnya?

Gini, apa sih tujuan bully verbal? Apa tujuan dia membully kita?

Jelas, tujuan bully verbal adalah merendahkan lawan. Meledek, menghina, nyinyir dengan tujuan agar lawan merasa rendah diri, merasa salah mengambil keputusan, merasa terasing. Fyuuh..nggak enak banget yaa..Iyalah, mana ada orang seneng dipanggil “Eh, item, sini lo!” atau, “Gila, gemuk banget lo sekarang, udah kaya badak”. Meski, tujuannya hanya bercanda.

Tapi plis, kita garis bawahi ya. Yang namanya bercanda itu dua pihak merasa senang dan happy. Kaya anak anak lah. Kalau mereka bercanda dan ketawa bareng bareng, masih oke. Tapi kalau ada salah satu yang nangis, stop. Itu bukan lagi bercanda. Kalau satu pihak merasa bercanda tapi yang dibercandain nggak terima? Wassalam deh.

Jadi, cara yang ketiga adalah kita rendahkan diri kita, kalahin diri kita sendiri.Yang menjadi catatan, cara ketiga ini lebih susah dari cara kedua. Kenapa? karena kita perlu konsep diri dan percaya diri yang sangat bagus. Contoh:

“Tun, kok sekarang kurus banget sih, stress ya?”

“Iya nih, parah banget. Kayaknya tinggal tulang, kulit sama kentut doang. Gue aja ngeri kalau ada angin kenceng bisa terbang”

“Dit, tu sepatu lo butut amat”

“Iya nih,gue minta ganti sama nyokap nggak dikasih kasih. Kasian banget ya gue”

Dengan kita merendah dan menjatuhkan diri, maka diharapkan si pembully yang niatnya menjatuhkan kita jadi diam. Nggak ada gunanya lagi, pikir dia. Namun harus hati-hati juga ya di poin ketiga ini, karena salah salah kita dikira tersinggung. Padahal harusnya nggak kelihatan *padahal mah iyalah tersinggung*. Jadi balik lagi ke latihan yaa..latihan menerima kenyataan. Hahahah..

Well, udah panjang aja yaa…jadi kesimpulannya: Kenapa kalau di bully verbal sebaiknya tidak diam? Kalau diam saja, dan konsep dirinya nggak bagus, bisa hancur lama lama. Karena dia percaya kata-kata teman dan orang lain tentang dia, yang jelek-jelek.

Nah, kehancuran konsep diri ini yang paling berbahaya. Membenci diri sendiri, merasa tidak berharga dan tidak dicintai. Bisa berujung ke menyakiti diri sendiri yang kasusnya sering kita dengar.

Bullying berdampak negatif bagi anak. Mulai dari mengganggu kejiwaan, pikiran, fisik, sampai pada keputusasaan terhadap hidup. Bahkan ada anak memilih bunuh diri karena kerap dibully oleh teman-temannya itu. (KPAI, 25 Mei 2015)

Dan yang harus menjadi catatan, untuk menanamkan konsep diri yang baik dan positif ke anak, orangtuanya juga harus punya konsep diri yang bagus. Banyak kasus justru otangtuanya-lah yag kerap kali tanpa sadar membully anak sendiri dengan memberi label nakal, bodoh, lelet, dan lain-lain. Astaghfirullah.

Padahal dunia anak adalah rumah dan orangtuanya. Jika di dunianya dia dihargai, dicintai, maka saat mereka keluar rumah, mereka telah siap dengan bekal konsep diri yang kokoh. Seseorang yang memiliki konsep diri yang luar biasa bagus, walau sebanyak apapun orang menusuk ‘ember’ kepercayaan dirinya, dia tidak akan pernah kehabisan air. Balik lagi kan, bahwa orangtua adalah koentji! 🙂

Happy parents raising happy kids.

Lovely parents raising lovely kids.

Terakhir, semoga kita dan anak-anak dijauhkan dari segala macam pembully yang ada di luar sana. Amin.

Kalau Anda, jurus mana yang dipilih untuk melawan bully verbal? Atau punya cara sendiri? Sharing di kolom komentar yuk..:)

Salam,

-Rotun DF-

Prev Post Next Post