Berdamai dengan Perubahan

Katanya, di dunia ini, satu-satunya hal yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Maka pada akhirnya, kita dituntut untuk selalu bisa berdamai dengan perubahan itu.
P a l o p o
Saya dan suami tertegun saat membaca SK penempatan PNS Kejaksaan RI. Padahal, sebelum SK itu turun, bahagia banget karena suami bisa lolos dan akhirnya menjadi CPNS di usia yang mepet. Hari-hari berikutnya saya rasakan seperti di awang awang. Bagaimana tidak?
Hanya tersisa 5 hari untuk mengurus kepindahan dan lapor diri ke Kantor Kejaksaan Negeri Palopo. Mengurus pengunduran diri dari kantor lama, hunting tiket, packing, dan akhirnya suami berangkat ke Palopo meinggalkan saya dengan dua batita. Iya, saat itu putri sulung kami baru berusia 2 tahun 8 bulan dan adik bayinya baru 4 bulan. Huaaa…sanggupkah saya?
Ternyata tidak. Menjalani LDM (Long Distance Marriage) hampir 2 bulan, saya stress berat. Sering sekali saya tidak bisa menghandle rumah dengan segala tetek bengeknya dan sekaligus mengasuh 2 anak, sendirian.
Seringkali saat saya memandikan Kakak, si bayi nangis saking kencengnya, dan berakhir dengan ketokan tetangga di pintu rumah saya.
“Kenapa Ayyash nangis terus, Bun? Sini biar saya gendongin”. Atau,“Ini jemurannya Budhe angkatin, udah maghrib. Pamali masih ada jemuran di halaman”
Lalu saat tetangga pulang, saya menangis tergugu.
Itu hanya sebagian kecil. Masih banyak hal lain yang membuat emosi saya begitu labil. Komunikasi dengan suami yang yaa..tidak bisa seperti sebelumnya, tingkah anak yang kadang rewel, juga kelelahan fisik.
Dengan pertimbangan panjang dan perdebatan yang alot antara saya, orangtua, dan mertua yang kekeuh tidak mengijinkan saya menyusul suami ke Palopo dengan berbagai alasan, pada akhirnya sayapun diboyong ke kota kecil yang dari Makassar masih harus menempuh perjalanan selama 8 jam.
Masalah selesai dong, udah kumpul lagi sama suami? Ooh…tunggu dulu.
Perubahan yang begitu banyak dan mendadak, membuat saya hilang semangat dan sangat sensitif.
Beberapa Perubahan yang Saya Alami Saat Itu
1. Jakarta – Palopo
Yeah…biasa hidup di ibukota dengan segala hiruk pikuknya, dengan kemudahan yang bisa di dapat untuk segala hal, biasa mobile kesana kemari, tiba tiba berada di lingkungan yang cukup sepi. Kami mengontrak di sebuah perumahan sebelum akhirnya menempati rumah dinas, yang rata rata penghuninya adalah pekerja. Praktis jika suami sudah berangkat ngantor, sepiiii… hanya bertigaan sama duo krucil dirumah. Saya merasa sedih, kesepian, dan mudah marah jika suami pulang telat. Meski sebentar saja.
2. Working Mom – Stay at Home Mom
Iya, saat masih di Jakarta saya bekerja. Begitu lahir anak kedua, suami menyuruh saya resign. Dan saya nurut. Simpel sih alasannya, nggak ada yang jagain anak-anak. Urusan resign ini, sebenernya suami nyuruh dari awal hamil anak pertama. Tapi yaa..gitu deh, saya nawar nawar terus. Sampai lahir anak kedua. Jadi, disaat saya masih adaptasi dari working mom menjadi stay at home mom, saya dituntut untuk beradaptasi dengan banyak hal lainnya.
3. Lingkungan
Mungkin kalau kepindahan kami masih di pulau Jawa, masih okelah. Tapi ini sudah beda pulau. Bahasa, karakter, hingga makanan sungguh berbeda dengan lingkungan kami sebelumnya.
Awal pindah, belum punya perabot dan tiap makan harus beli. Duh, lidahnya belum cocok. Akhirnya jadi malas makan. Hmm..padahal ini masih Indonesia ya, belum juga keluar negeri Bu..
Cukup lama saya ngerasa nggak betah, bosan dan sering banget nangis. Apalagi kalau orangtua telepon, malah jadi tangis tangisan. Maklumlah, saya anak perempuan yang untuk pertama kalinya pergi jauh, dan anak-anak saya, adalah cucu pertama bagi mereka.
Jika dulu di Jakarta sangat mudah, murah dan dekat untuk di datangi jika kangen sama anak cucu, sekarang hanya bisa lewat telepon.
Ah, iya..kondisi ini diperparah dengan ke-sensitif-an saya, yang akhirnya sering banget berantem sama suami hanya karena hal sepele. Huaaa….
[Baca juga: Istri Sensi VS Suami Cuek]
Bagaimana Saya Berdamai Dengan Perubahan
1. Mulai Liqo lagi
Setelah sebulan, suami nawarin atau lebih ke nyuruh sih. Agar saya aktif kembali ke pengajian seperti saat di Jakarta dulu. Oke, saya setuju. Akhirnya setelah mencari kelompok yang cocok, mulailah saya aktif kajian lagi tiap pekannya. Rasanya seneeeng banget keluar pager, hahaha. Dan alhamdulillah, hal ini menjadi titik balik saya.
Bertemu orang baru, ngobrol banyak hal, dapat teman baru seolah membuka mata saya bahwa ternyata banyak banget nikmat yang Allah berikan. Kok ya bisa bisanya selama ini saya terpuruk dan hanya meratapi nasib. Padahal apa sih yang salah? Nggak ada kok.
Allah ngasih kesempatan untuk menjelajah bumiNya yang begitu luas. Seolah pengen ngasih tau saya bahwa ini lho Indonesia. Nggak cuma pulau Jawa kan? Bahkan di kota ini, kami menemukan hal yang terbilang sulit ditemui di Jakarta. Udara segar, pemandangan hijau, dan jalanan yang lengang 😀


2. Fokus di Rumah
Pulang kajian perdana, semangat saya kembali. Seolah baru nyadar saya ini mau apa disini. Oke, sekarang udah nggak kerja, berarti harus bisa lebih produktif lagi menjadi istri dan ibu. Menjadi ratu di rumahtangga saya.
Saya menuliskan banyak hal yang ingin saya kerjakan. Intinya terbagi dua. Saya mau rajin masak dan rajin main sama anak. Saat itu lagi ngehits home education, semacam learn through play di kalangan Ibu2 penduduk Instagram. Dan selain rajin main sama anak, ada lagi golongan ibu ibu rajin upload masakan buat anaknya. Yang enak-enak, dan bergizi.
Okeeh…saya juga pasti bisa. Sama sama makan nasi ini kok. LOL.



Dan hei, tahu apa yang terjadi kemudian?
Ternyata saat kita melakukan hal positif, maka akan kembali lagi ke kita dengan positif juga ya. Bonding dengan anak tambah kuat, suami makin subur mesra karena istrinya rajin masak, nambah banyak ilmu dan temen di dunia maya. Dan yang terpenting, saya bahagia. Yipiieee…


3. Berjualan Kue
Suatu hari di ulang tahun Ayyash yang pertama, saya bikin brownies coklat kukus dengan resep yang sangat sederhana. Pas hari itu ada pengajian, saya bawalah itu kue, buat dimakan rame rame. Ternyata eh ternyata, pada suka sama kue buatan saya.
Daaan..tiba tiba ada adek cantik yang menawarkan kerjasama. Jadi ceritanya dia dan teman teman kampusnya lagi menggalang dana buat sebuah acara, dan nawarin saya buat bikin kue dalam jumlah banyak yang nantinya akan dijualin sama dia.
Haaah…antara seneng sama mikir bisa nggak yaa..ada dua krucil gini masak mulu. Toh, akhirnya tawaran itu saya terima. Dan ternyata bisa. Tiap hari saya produksi 4 sampai 5 loyang brownies yang kemudian diambil dan dijual di kampus-kampus.


Seneeeng banget pas dibilang banyak yang suka dan katanya kue saya enak. Sampai saat ini, saya masih terus belajar masak juga belajar food photoghraphy agar hasil masakan saya lebih cihuy saat diupload. *teteup*
Adalah suami yang awalnya mengingatkan akan kegemaran saya sebelum menikah dan punya anak. Yaitu menulis. “Bikin blog aja gih beb, biar bisa buat nyalurin unek unek”.
Ah, iya juga. Jauh sebelum ngeblog, sebenernya saya sudah rajin stalking blog blog keren yang sama kaya saya. Sama ibu-ibu maksudnya, hahaha, terutama di twitter. Saya follow @emak2blogger dan membaca postingan Emak emak itu yang disetor lewat hashtag #UpdateEmak.
Jadi ketika saya akhirnya bikin blog, ngisi 5 tulisan langsung deh daftar keanggotaan ke KEB. Hahaha…pede abis deh.
Tapi pas sudah di approve, sedih karena handphone saya memorinya penuh, jadi nggak bisa pasang Facebook. Hanya bisa masuk lewat browser. Aih, ribetnya. Akhirnya pelan pelan semangat ngeblog saya mengendur, sampaiiii… dibeliin HP dan laptop baru. Horeee…
Segala ilmu yang selama ini saya serap dan pelajari, saya terapkan ke blog. Dari membuat header sendiri, merapikan menu, membuat gambar di tiap postingan, dan mengoptimasi blog saya. Isinya? Tantang apa yang saya senangi. Resep dan foto hasil masakan saya, cerita tentang keluarga dan anak anak, juga tentang sudut pandang saya atas hal yang terjadi di sekitar saya.
Menyenangkan rasanya saat kita bisa berkarya dan berbagi. Sesederhana berbagi cerita dan ternyata banyak juga yang ngalamin. Sesederhana berbagi resep dan ternyata banyak yang suka dan mencoba resep resep saya. Sesederhana traffic blog saya booming di artikel perdana yang saya buat, dan akhirnya bisa mendapatkan rupiah dari job yang berdatangan. Ini sih bukan sederhana. Tapi luar biasa bagi saya.
__________
Well, tidak terasa sudah 1 tahun lebih kami tinggal di Palopo. Alhamdulilah semakin kerasan tinggal di sini, walaupun tetap berharap suatu saat nanti bisa pindah ke tempat yang lebih dekat dan terjangkau oleh keluarga dan kerabat.
Yang jelas saat ini saya merasa bahagia karena berhasil melewati masa-masa sulit, dan bisa tetap terus berkarya dan produktif dalam segala kondisi.
The bottom line is, saya bisa mengambil hikmah bahwa setiap perubahan yang ada, memang berpengaruh pada diri saya. Tapi, tetap saja kendali itu saya sendiri yang pegang. Segala sesuatu bisa berubah kapan saja, tapi saya harus tetap fokus, berkarya dan produktif, ke arah yang lebih baik. For the better version of me.
Bagaimana dengan kamu?
Don’t be afraid of change. You might lose something good, but you’ll gain something better. (Unknown)
Love,