Dia, Kakak Terbaik yang Kupunya

Selama ini, banyak yang mengira bahwa saya adalah anak pertama. Kecuali tetangga dan teman satu kampung, sedikit yang tau bahwa saya punya satu kakak laki-laki.
Mas Idan, demikian panggilan orang-orang yang mengenalnya kini. Namun saya dan adik-adik memanggilnya Kakang.
Lalu kenapa jarang yang tau tentang Kakang?
Yang pertama mungkin karena usia kami terpaut cukup jauh, 8 tahun. Yang kedua mungkin karena Kakang pergi dari rumah dari usia belia, selulus dari MMU (Madrasah Mamba’ul Ulum) setingkat SMP. Itu berarti usia Kakang baru 15 tahun dan saya…7 tahun.
Sampai sekarang bahkan saya nggak ingat momen perginya Kakang. Saya hanya tau dari cerita simbok kalau Kakang ikut Bulek kerja di Jakarta. Kerja apa? Mbuh.
Masa Kecil Saya Bersama Kakang
Tidak banyak yang saya ingat dari masa kecil sama bersama Kakang. Hanya teriakan dan tangisan karena keusilan Kakang saat itu. Suka pura-pura mati, dan membuka mata saat saya benar-benar menangis. Dan bodohnya saya tetep berhasil kena jebakan betmen itu meski sering sekali dilakukan Kakang.
Saya juga ingat Kakang mengajari saya naik sepeda. Berkali-kali saya jatuh, tapi Kakang menyuruh saya kembali bangun. Iya saya nangis lah. Wong sakit banget. Untung saat itu halaman dan jalan sekitar rumah masih tanah, bukan cor-coran semen kayak sekarang.
Toh akhirnya saya seneng banget akhirnya bisa gowes sepeda roda dua, meski belum bisa naik ke sadelnya dan mengayuh sambil berdiri. Tau sepeda jengki? Ya begitu itu yang saya naikin.
Kakang juga super rajin ngajarin saya baca. Saya inget banget guru TK terheran-heran karena pertama kali sekolah, saya sudah lancar membaca nama-nama hari di kalender :D.
[Baca Juga: Rotun Si Anak Dusun]
Kakang Pulang untuk Pertama Kali.
Saya kelas 6 waktu itu. Bergegas pulang ke rumah karena Kakang pulang, kata tetangga saya. Kakang yang 5 tahun saya nggak ketemu. Saya ingat saat itu Kakang hanya membawa oleh-oleh berupa…permen kopiko. Wkwkwk.
Mungkin Kakang membelinya di pedagang asongan di atas bis. Kakang memeluk saya sambil menangis, dan meminta maaf karena Kakang belum sukses.
Ah, saya malah belum mengerti benar apa itu sukses. Bagi saya, bertemu kembali dengan Kakang sudah cukup untuk membunuh rindu saya yang menggunung.
Hasil yang tidak pernah menghianati usaha.
Kakang pernah menjadi tukang cuci piring di warung makan, pernah menjadi penjaga rental VCD, pernah bekerja menjual sate hingga akhirnya diajak oleh adek iparnya Bulek untuk menjadi sopir pribadinya.
Om Ito, seorang kontraktor sukses, mengubah hidup Kakang menjadi lebih baik. Tidur nyaman di rumahnya, ikut jalan kemanapun Om pergi. Namun itu hanya berbentuk kenyamanan. Gaji Kakang hanya ‘gaji saudara’.
Kehidupan Kakang merangkak naik saat hijrah ke Palembang. Kakang ikut adek ipar Bulek yang lain bekerja di Samsat Palopo, membuat plat kendaraan bermotor. Kakang sering mendapatkan tip, sering dimintai tolong untuk mengurus STNK.
Sejak saat itu Kakang sering sekali mengirim uang, terutama untuk saya yang saat itu duduk di bangku SMA. Di SMA pula saya pertama kali menelfon Kakang lewat wartel, meski lebih sering surat menyurat tentu saja.

Menikah dan Cobaan Kakang yang Lain
Tahun 2006, di usia 29 tahun, Kakang meminang gadis Palembang pujaannya. Pernikahannya cukup meriah. Kakang mengirimi kami sejumlah uang untuk pergi ke Palembang. 3 hari 2 malam perjalanan lewat jalur darat dengan bus Putra Remaja.
Setelah menikah Kakang berhasil membeli sebuah rumah. Masya Allah, hal yang nggak bisa dibayangkan sebelumnya. Rumah yang tadinya sederhana diperbaiki sedikit demi sedikit hingga menjadi sangat layak huni.
Hanya saja, keluarga kecil Kakang belum juga dikaruniai buah hati. Istri Kakang sempat keguguran, lalu kosong lamaaa sekali. Pernah dua kali hamil dan dua-duanya berakhir keguguran dan harus kuret.
Kesabaran Kakang dan istrinya diuji dalam waktu yang nggak sebentar: 10 tahun.
Selama itu tak terhitung berbagai upaya yang mereka jalani. Dari yang tradisional hingga modern. Dari mengikuti berbagai artikel di majalah, hingga mengikuti program hamil dari dokter.
Hingga mereka sampai di titik pasrah. Mereka hentikan semua program. Lillahi ta’ala saja, kalau Allah masih berkenan memberi amanah, toh nanti pasti akan datang. Kalau tidak, yasudah, mungkin ini yang terbaik. Begitu kata Kakang. Tapi tetap saja Kakang sering menangis kalau membayangkan nanti dia tidak punya keturunan. Padahal umurnya sekarang sudah tidak muda lagi.
Hingga akhirnya….
Istri Kakang hamil. Lagi.
Bukan main dijaganya itu kandungan, mengingat riwayat 3 kehamilan sebelumnya berakhir dengan kuret. Namun apa daya manusia tanpa seijin Allah. Di usia 7 bulan, ibu mertua Kakang terserang stroke. Lumpuh dan praktis harus dirawat total. Istri Kakang sebagai anak pertama memegang kendali, karena adik-adiknya semua bekerja.
Saya ingat malam itu Kakang menelfon sambil menangis, minta doa agar istri dan anaknya bisa selamat. Istrinya mengalami pendarahan dan saat itu sudah berada di rumahs sakit.
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah. Meski sempat kritis bakda operasi, ibu dan anak itu akhirnya selamat. Meski harus dibayar dengan sangat mahal. Sebelumnya Kakang sudah berencana membuat kartu BPJS untuk lahiran istrinya. Namun karena usia kandungan masih 7 bulan, Kakang menunda. Dan apa mau dikata, anaknya lahir prematur.
Untuk biaya operasi dan perawatan intens Anin, keponakan baru saya, menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Tapi itu tidak ada apa-apanya, dibandingkan dengan diijabahnya doa Kakang, dengan tumbuh sehatnya Anin seperti sekarang hingga tak ada yang menyangka dia dulu lahir prematur.
Jadi Kakang,
Barakallah sekali lagi untukmu, juga untuk keluarga kecilmu. Akhirnya kita kembali mendapatkan pelajaran, bahwa Allahlah Maha Penentu Segala. Bahwa hanya DIAlah yang tau apa-apa yang terbaik buat hambaNya, dan akan memberikannya di waktu yang paling tepat. MenurutNya tentu saja.
Semoga Kakang bisa mendidik Anin menjadi anak yang murah hati sepertimu. Anak dengan kesabaran seluas kesabaranmu. Menjadi perempuan tangguh yang akan berjuang demi hidupnya dan demi orang-orang yang dicintainya, sama sepertimu, dulu, kini dan nanti.
Semoga kisah tentangmu yang kutulis ini, bisa menginspirasi siapapun. Yang sedang berjuang demi hidup yang lebih baik, maupun yang sedang menanti hadirnya buah hati.
Dan semoga kehidupanmu akan membaik seperti dulu lagi, atau bahkan lebih. Kakang orang baik, dan Allah sayang orang baik :).