Mengkomunikasikan Emosi Negatif Pada Suami

November 14, 201678 Comments
Blog post

Mengkomunikasikan emosi negatif pada suami adalah bagaimana caranya agar suami benar-benar memahami emosi yang sedang kita rasakan. Karena bagaimanapun, bagi seorang wanita dipahami perasaannya adalah sebuah kebutuhan dasar. Yang menjadi permasalahan adalah: bagi pria, memahami perasaan adalah hal sulit jika kita tidak mengkomunikasikannya. Maka disitulah pentingnya komunikasi.

Seperti halnya menjadi seorang ibu, menjadi istri bagi saya juga adalah sebuah proses dan perjalanan yang panjang dan penuh liku. Hidup bersama seseorang yang berbeda planet -men are from mars, women are from venus- menghadirkan bergitu banyak warna dan tentu saja perbedaan.

Dan menyatukannya di bawah satu atap, bukanlah perkara mudah. Harus banyak kompromi dari hal remeh sampai hal besar.

Makanya selain ilmu parenting, saya juga suka banget belajar tentang hubungan suami istri, tentang ilmu pernikahan dan fiqih rumah tangga. Bisa dari membaca buku, kajian online, maupun ikut webinar (web seminar).

Beberapa abad minggu yang lalu mungkin ada yang sempat membaca status FB plus screen capture dari sebuah webinar yang saya ikuti. Webinar yang diadakan oleh Elhana Learning Centre ini mengangkat tema menarik yang kayaknya menjadi masalah bagi sebagian besar istri:

Mengkomunikasikan Emosi Negatif pada Suami

Saya pribadi sering begitu. Kesulitan dalam mengkomunikasikan emosi negatif ke suami. Mau kesel, cemburu, marah, bete, maka reaksi yang keluar hampir sama: ngambek, cemberut dengan bibir ditekuk, senyum sudah dipastikan hilang entah ke mana, dan paling mentok, nangis.

Saya berharap dengan ekspresi dan tangisan saya, suami akan mengerti apa yang saya rasakan.

Berhasil? Enggaaaaakk.

“Kamu kenapa?”

“Nggak papa”

“Oh”

Lalu dia asik lagi dengan aktivitas sebelumnya -___-

Eh tapi masih mending sih ditanya, karena kadang dia nggak nanya. Mengira kita ngambek mungkin lagi PMS, yang bakalan tambah ngajak perang kalau ditanya-tanya. Atau misal kita ngambek sambil mogok makan dikiranya lagi diet -_____-

Baca: Istri Sensi vs Suami Cuek

Ada yang senasib? Kira-kira kenapa ya begitu?

Karena eh karenaaa laki-laki yang jadi suami kita itu, manalah tau apa yang kita rasakan kalau kitanya aja nggak ngomong. Sesimpel itu. Mereka itu bukan cenayang yang bisa membaca pikiran kita hanya dengan menatap mata.

Tatap mata saya.

Tatap mata saya.

Nyak, plis.

Hahaha. Oke, selengkapnya akan saya jabarkan di tulisan ini ya. Tentang webinar yang saya ikuti kemarin. Pengisinya adalah psikolog Mba Lita Edia.

Bahasan kemarin cukup panjang dan rinci, antara lain: Kenapa sih kita harus belajar untuk membangun komunikasi yang baik? Apa tujuan akhirnya? Bagaimana sih komunikasi yang baik itu? Apa pentingnya memahami diri dan pasangan? Dan akhirnya apa saja tips mengkomunikasikan emosi negatif ke pasangan?

Oke, kita mulai ya.

Mengapa kita perlu membangun teknik komunikasi dengan pasangan?

tips-mengkomunikasikan-emosi-negatif-ke-suami2-jpg

Karena ternyata banyak sekali kasus rumah tangga yang akar permasalahannya adalah gagalnya komunikasi antara suami istri. Saat akar masalahnya adalah komunikasi, maka kunci untuk menyelesaikannya juga adalah komunikasi.

Semuanya pasti sepakat ya bahwa hal terpenting dalam membangun rumah tangga adalah komunikasi. Komunikasi adalah koentji!

Dengan keterampilan komunikasi, maka masalah yang mudah akan tetap mudah dan yang sulit akan lebih mudah.

Sering dengar permasalahan yang sebenarnya sederhana tapi seolah-olah begitu besar? Salah satu penyebabnya adalah gagap komunikasi yang menyebabkan banyak salah paham sehingga masalah yang ada semakin ruwet.

Terus gimana dong kalau sekarang kayaknya kita ini termasuk orang yang gagap dalam berkomunikasi? Susah mengutarakan apa yang kita rasakan?

Nggak usah berkecil hati. Kemampuan komunikasi itu bukan sebuah bakat khusus kok yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Tapi merupakan sebuah keterampilan yang bisa diperoleh oleh siapa aja yang mau belajar dan berlatih.

Latihannya berapa lama? Yang jelas nggak sebentar. Bisa 5 tahun, 6 tahun, atau bahkan 10 tahun, karena sembari berlatih, kita juga belajar mengenal dan memahami karakter suami kita.

Jadi, udah pada latihan berapa lama nih? 😀

Apa tujuan kita mengkomunikasikan emosi negatif ke suami?

Iya, buat apa sih? Kenapa harus repot-repot berlatih untuk mempelajari teknik komunikasi? Dalam hal ini lebih khususnya adalah menyampaikan emosi negatif yang kita rasakan agar diketahui oleh suami. Udahlah disimpen sendiri aja, nanti juga akan sembuh seiring waktu.

Oh, nggak bisa Sis. Itu menyalahi kodrat. Karena kebutuhan yang sangat mendasar wanita itu: INGIN DIMENGERTI. Saat perasaan kita nggak dimengerti, maka itu akan menjadi hal yang sangat merisaukan dan membuat kita merasa nggak bahagia. Betul nggak?

Then problemnya adalah, bahwa laki-laki itu kebalikannya. Mereka sangat sangat sulit mengetahui apa yang kita rasakan kalau kitanya nggak ngomong.

Dan kita kalau lagi bete alias lagi punya emosi negatif, susah banget ngomongnya ya kan? Gitu deh alur permasalahannya.

Kadang kita mengira laki-laki itu sama kayak kita. Bisa memahami perasaan seseorang hanya dari mimik muka dan bahasa tubuh. Ya padahal itu memang fitrah kita.

Kita diciptakan menjadi makhluk yang memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain, yang sebaliknya itu hal yang sangat susah buat seorang laki-laki.

Jadi udah paham dong ya kalau kita mau dimengerti, kitanya harus ngomong dengan cara yang bisa dimengerti oleh suami. Bukan dengan cara galau, rungsing nggak jelas, ngambek dan..nangis. Iya, ngerti banget kalau ngomong ke suami pas lagi emosi itu nggak mudah. Makanya kita mau belazaaar.

Mau ikut? Yuk lanjut…

Sebelum dilanjut, kita evaluasi dulu yuk, apakah selama ini komunikasi kita sudah cukup efektif dan efisien.

Caranya? Kalau selama ini ternyata kerap kali seorang istri melakukan komunikasi namun dalam prosesnya sangat menyedot energi dan pikiran, lelah hayati karena abang nggak ngerti-ngerti, maka dikatakan komunikasinya nggak efisien.

Di sisi lain, udah berbusa-busa njelasin ternyata suami nggak paham juga, berarti ya nggak efektif. Jadi poin yang ingin kita capai dan latih adalah

komunikasi yang efektif dan efisien, bukan sekedar ngomong dan meluapkan emosi yang kita rasakan, tapi bagaimana caranya agar pesan yang kita sampaikan bisa sampai dan diterima dengan baik.

Kunci Komunikasi yang Efektif dan Efisien

tips-mengkomunikasikan-emosi-negatif-ke-suami1

Sebelum ke kuncinya, kita pahami dulu bahwa ada 3 aspek dalam komunikasi yang saat ini sedang kita pelajari. Biasanya kesulitan komunikasi muncul dari 3 aspek ini, yaitu:

  1. Pemberi pesan: istri.
  2. Pesan: emosi negatif.
  3. Penerima pesan: suami.
  • Pentingnya memahami diri dan pasangan

Ada yang bilang, bahwa wanita itu ingin di mengerti, tapi bagaimana kita ingin dimengerti kalau kitanya aja kurang mengerti diri sendiri, kurang memahami kondisi psikologis kita sebagai seorang wanita dan istri.

Kadangkala, kita kurang mengerti apa yang sebenernya kita rasakan. Marahkah? Takutkah? Cemburukah? Yang ada kita hanya menggalau nggak jelas.

Lalu bagaimana mungkin kita bisa ngasih tau suami apa yang kita rasakan kalau kitanya aja bingung. Ya kan? Ditambah lagi, kita juga kurang memahami dinamika psikologis suami kita. Komplit ya *nyengir*

  • Mengenal 6 emosi dasar

Emosi adalah suatu kondisi perasaan yang dialami akibat perubahan fisik dan psikologis. Emosi ini akan mempengaruhi perilaku manusia. Dan menurut Paul Eckman, ada 6 emosi dasar:

  1. Marah (anger)
  2. Takut (fear)
  3. Sedih (sadness)
  4. Jijik (disgust)
  5. Bahagia (happines)
  6. Terkejut (surprise)

Nah, sebelum mengkomunikasikan ke pasangan, kita harus benar-benar paham dulu nih, apa sebenarnya yang kita rasakan. Harus ada label dulu.

Dan katanya, melabeli perasaan yang kita rasakan merupakan salah satu tanda kecerdasan intrapersonal *ehm.

  • Menerima perbedaan pria dan wanita

Balik lagi, bahwa memang udah dari sononya, laki-laki dan perempuan itu berbeda. Termasuk dalam hal menghadapi masalah yang ada.

Suami: menarik diri dari lingkungannya, diam dulu dan fokus mencari solusi.

Istri: Perlu bicara, hingga dia akan mencari orang untuk membantu mendengarkan masalahnya.

Misal nih, suami lagi ada masalah kerjaan di kantor. Sampai rumah dia diem aja. asik dengan laptopnya. Kita sebagai istrinya langsung curigation. Ada apa nih. Dia kenapa ya. Kok diem aja. Kenapa nggak mau cerita. Aku emang nggak dianggep sebagai istri.

Kemudian drama sendiri.

Baca: Cemburu

Padahal itulah pola pikir suami dalam menghadapi masalah atau tekaanan.

Nah, saat kita memaksakan bahwa pola pikir suami harus sama dengan istri dalam menghadapi masalah, maka itulah akar dari masalah yang sebenarnya. Ya karena emang beda.

Saat ada masalah, pria akan merasa lebih baik dengan memecahkan masalahnya, sementara wanita akan lebih baik dengan membicarakan persoalannya. Tidak mau mengerti dan tidak mau menerima perbedaan inilah yang dapat menciptakan konflik yang tidak perlu.

  • 6 hal yang diperlukan suami

Seorang istri harus mengerti betul apa sebenarnya yang diperlukan oleh suami, yaitu:

1. Kepercayaan.

Bagaimana seorang istri harus menaruh kepercayaan penuh kepada suaminya, bahwa dia mampu mengatasi masalah.

Kadang-kadang istri kurang sabar, ingin segera membicarakan, ingin segera cari solusi, padahal suami perlu waktu untuk itu. In case ada juga istri yang mungkin punya trauma masa lalu atau dari pola asuh yang kurang ideal, misal punya ayah yang sering menyakiti ibunya.

Maka Ia butuh effort lebih untuk belajar dan berlatih mempercayai suaminya.

2. Penerimaan.

Bahwa suami kita adalah manusia biasa yang punya kelebihan dan kekurangan. Setiap istri pasti pengen lah suaminya berubah menjadi lebih baik.

Tapi harus berawal dari penerimaan dulu, bahwa oke, suamiku memang begini dan begitu. Baru kemudian mencoba mengubahnya dengan cara-cara yang baik dan perlahan-lahan.

3. Penghargaan.

Menghargai segala jerih payah suami, menghargai apa yang sudah mereka lakukan. Mereka butuh diapresasi.

4. Kekaguman

5. Pengakuan

6. Dukungan

Seorang istri biasanya ingin segera membicarakan sebuah permasalah yang mereka hadapi. Sebaliknya seorang suami lebih banyak menarik diri, menyendiri karena kadang dia merasa terdesak, gusar dan tertekan akan rentetan pertanyaan dari istri. Huhu, iya banget.

Sebagai istri, kita harus paham bahwa baginya, itu adalah sebuah kebutuhan. Jadi biarkan dia sesekali menyendiri di dalam guanya.

Entah bermain dengan temannya, entah asyik dengan gamenya atau hal lain. Beri dia kesempatan sesaat menarik diri untuk kemudian kembali lagi kepada kita.

Yang Harus Menjadi Catatan:

  1. Jangan menghalangi kebutuhan suami untuk menarik diri.
  2. Saat kita ingin memberi saran, juga musti hati-hati apakah timingnya pas. Karena laki-laki ingin merasa kompeten dan mampu. Jadi jangan buru2 kasih solusi ya gengs.
  3. Jangan terburu-buru menanyakan apa perasaaannya.
  4. Jangan duduk terlalu dekat dengan ‘guanya’. Biarkan beberapa saat dia disana. Jangan suka menyindir, mengajak atau mengganggu. Biarkan dulu.
  5. Jangan khawatir dan terlalu risau dengan kondisinya. Katakan hal-hal yang mendukungnya, misal aku percaya kok kamu pasti bisa, alih2 malah bilang, duh kamu bisa nggak ya mengatasi masalah ini.
  6. Jangan berburuk sangka bahwa saat suami menarik diri, itu tandanya bahwa dia udah nggak sayang lagi sama kita.
  7. Kadang sebagai istri kita menganggap bahwa cinta=bersama-sama. Jadi pas dia lagi pengen sendiri, kita ngintilin aja kemana-mana. Padahal, setelah momen itu dia akan merindukan kita. Dia akan mencari kita dan kembali ke pelukan kita. Jadi yang perlu kita lakukan adalah menunggu. Biasanya nggak akan lama kok :).
  8. Yang paling repot adalah saat suami kembali kepada kita, eeeh, kitanya malah ngambek. “Kamu kenapa sih dari tadi nyuekin aku? Udah nggak sayang ya sama aku?”. Duh, berabe deh.

Jadi dinamika dalam berumah tangga memang begitu. Ada kalanya jarak perlu untuk menumbuhkan rindu. Jadi jangan buru-buru menuntut suami untuk cepat berbicara tetang apa yang dia rasakan.

Sabar menunggu, sabar melihat dinamika yang sedang terjadi.

Kuncinya adalah pandai-pandai menyenangkan suami, sehingga misalnya kalau kita ada salah, nggak cepet menyulut pertengkaran. Kalau udah berantem pasti nggak enak kan ya. Makin lama selesainya itu masalah.

Cara Menyenangkan suami.

  1. ‘Hubungan’ suami istri yang tuntas dan menyenangkan.
  2. Beri kesempatan suami untuk menarik diri.
  3. Selama keputusannya masih oke, tahan diri untuk memberikan saran yang lain. Dengarkan dulu, tahan dulu. Nah, saat mereka kembali kepada kita, bergembiralah, terima dengan baik dan beri pelukan paling hangat. Jangan malah dibahas lagi. “Kenapa sih tadi kamu cuek banget sama aku?”. Jangan, udah peluk aja yang kenceng.
  4. Minta dukungan tanpa menuntut.
  5. Jika suami beli barang, nikmati bersama. Jangan dikritik, jangan disalahkan. Secara umum, mereka menunjukkan eksistensi diri dalam bentuk benda. Meski menurut kita barang yang dia beli nggak banget, tahan diri untuk nggak ngritik. Duh, saya inget nih suami pernah beli tas bahu. Warna kesukannya, biru. Tapi birunya menurut saya nggak banget. Terlalu ngejreng. Langsung deh saya merepet bilang, “Dih, warnanya gini amat. Aturan biru netral aja. Kenapa sih belinya nggak ngajak-ngajak? Kan aku bisa pilihin yang lebih bagus”. Huhuuuu…maafkan aku suamikuuu T_T
  6. Jangan pernah katakan saat dia melakukan kesalahan, “Kan aku sudah bilang”. Percaya deh, itu amat sangat mengganggu dan bikin nggak nyaman.
  7. Selalu minta pendapat, selalu minta ijin. Meski mungkin kita bisa sendiri, tapi hargai suami dengan selalu minta pendapatnya.
  8. Jangan maksa kalau minta sesuatu. Kalau dia mampu, pasti dipenuhi kok. Jangna suka mendesak dia dengan bilang, “Kamu mah nggak sayang aku lagi. Minta beliin tas baru aja nggak boleh”. Dududu~
  9. Hargai saat dia bercanda, meski menurut kita itu garing banget. Bergembiralah bersamanya.

Baca: Cantik di Mata Suami

5 TIPS MENGKOMUNIKASIKAN EMOSI NEGATIF

tips mengkomunikasikan emosi negatif

1. Berlatih untuk bersikap proaktif bukan reaktif.

Proaktif itu ada waktu jeda. Jadi nggak langsung bereaksi terhadap stimulus yang ada. Kita mikir dulu apa yang akan terjadi kalau kita langsung marah, langsung ngambek dan langsung nuduh yang enggak-enggak.

2. Jangan suka membantah.

Fitrah suami adalah pemimpin yang ingin lebih dari yang dipimpin. Jadi jika mereka merasa dihargai, maka proses komunikasi akan lebih mudah.

Agar kita bisa menunda, pikir dulu apa respon yg tepat. Jeda antara stimulus dan respon, itulah cermin kedewasaan kita.

Misal suami pulang kerja capek, macet, bukanna menyambut dengan senyum malah kita langsung ngeluh capek, anak-anak rewel, dll. Maksud kita sih meminta dukungan, tapi yang ditangkap suami adalah dia dianggap gagal sebagai suami yang baik.

3. Teknik komunikasi berupa I massage.

Rumus: saya + merasa+ apa yang dirasakan.

Misal: Aku ngerasa khawatir banget kalau kamu kayak tadi. Pulang telat tapi nggak ngabarin. Kan aku jadi takut terjadi apa-apa.

Gitu. Jadi jangan cemberut dan nangisnya apa yang digedein ya buibuuu :v

4. Jangan menghakimi

“Kamu kok pulang telat nggak ngabarin sih? Aku nggak dianggap istri lagi ya? Kamu udah nggak cinta lagi ya?”

5. Katakan dengan singkat jelas dan tetap hormat dan santun.

Saat kita berbuat baik, maka yang datang kepada kita juga hal yang baik. Begitu juga kepada suami. Nggak ada ruginya sama sekali berbicara santun, taat dan hormat pada suami.

Jika sudah demikian, kebutuhan kita untuk didengarkan akan terpenuhi karena kita dan suami memiliki relasi yang baik.

By the way, ada yang kepikiran nggak, kenapa sih kita yang belajar? Kenapa kok kesannya istri yang bersusah payah memahami trik berkomunikasi yang baik dengan suami?

Karena fitrahnya kitalah yang lebih senang berbicara. Betul?

Jika akhirnya nanti pola yang terbentuk sudah bagus, maka suami akan cenderung memuliakan kita, menyayangi kita dengan sayang yang bertambah-tambah. Uhuy.

Meski balik lagi ya, prosesnya nggak akan sebentar. Bertahun-tahun. Tapi nggak terlalu lama juga ya. Artinya kalau di atas 5 tahun kok masih belum nemu polanya, bisa jadi ada yang perlu dievaluasi ada apa dengan pernikahannya dan mungkin perlu bantuan pihak ketiga.

Yang menjadi catatan lagi, hal yang sudah kita bahas ini berlaku bagi rumah tangga dengan keadaan normal. Artinya tidak ada hal-hal yang memang sudah menjadi masalah dari awalnya.

Misalnya saja rumah tangga dengan suami yang temperamen dan mudah melakukan kekerasan pada istri, tentu tips-tips tadi tidak akan bekerja dengan baik, ataupun membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada rumah tangga yang lainnya.

Kembali lagi bahwa rumah tangga, keluarga, adalah medan ujian yang Allah berikan untuk kita. Setiap hal yang terjadi di dalamnya bisa menjadi ladang pahala maupun ladang dosa. Tergantung bagaimana niat dan amal-amal kita di sana.

Semoga kita semua dimampukan untuk membina rumah tangga yang bahagia ya, yang selalu berjuang bersama, menghebat bersama untuk meraih ridhoNya dan kelak bisa bersama pula memasuki jannahNya. Allahumma Amin.

Penuh cinta,

pinky

Prev Post Next Post