Syawal, hari ke 13. Semoga belum terlambat untuk mengucapkan selamat Idul Fitri. Taqabalallahu minna waminkum, shiyamana wa shiyamakum^^
Apa kabar, gengs? Euforia lebaran masih terasa dengan masih berjejernya toples berisi aneka kue kering di meja, atau sudah menguar seiring dengan kembalinya rutinitas seperti biasa? Apapun itu, semoga lebaran kali ini bisa mencharge kembali semangat dan kebahagiaan kita ya. Momen lebaran selalu menyenangkan, terutama kalau buat saya momen mudik dan berkumpul dengan keluarga di kampung. Selalu seru!
Tapi, kalau ada yang follow instagram saya di @rotundf, pasti tau deh beberapa hari yang lalu saya cerita kalau ada satu hal yang bikin momen lebaran dan kumpul keluarga kurang menyenangkan:
ROKOK.
Sehari-harinya saya dan anak-anak itu nggak pernah terpapar rokok. Super jarang lah. Karena waktunya lebih banyak di rumah. Sesekali ke kantor suami juga bebas asap rokok. Tapi kalau pulang kampung gini, gampaaaang banget ketemu dan terpapar rokok.
Bapak saya perokok. Pun dengan kakak dan adik lelaki saya. Kalau lagi ngumpul gini, yang nggak ngerokok ya suami saya dan suami adik perempuan saya. Ingeeet banget momen pulang kampung pas Wafa umur hampir dua tahun, pas dia udah mulai nanya apa aja, ngeliat Yangkungnya ngerokok langsung nanya, “Itu apa?” Saking nggak pernah lihat dan kenal benda bernama rokok.
Sebenernya Bapak cukup sadar bahwa rokok itu bahaya, terutama kalau terhirup cucunya. Makanya beliau kalau mau ngerokok pasti keluar rumah, mojok di teras bagian paling jauh dari pintu. Cuma namanya anak-anak ya, kangen sama eyangnya udah aja maunya deket-deket.
Udah tahu bahaya kenapa nggak berhenti?
Hayo kenapa? Pasti lah semua perokok udah tau bahayanya, baik bagi kesehatan maupun kantong. Tapiiiii, kalau ditanyakan kenapa nggak mau berhenti, jawabannya kalau nggak ‘susah’, ya mereka memang nggak mau berhenti aja.
Bingung ya? Sama, saya juga.
Rokok ini, di kampung saya sudah menjadi semacam tradisi. Kalau ngumpul-ngumpul pasti ada rokok. Kalau kasih upah buruh selain uang pasti sama rokok. Pun, kalau acara kenduri gitu di beseknya pasti ada rokok berapa batang. Duh!
Rokok Harus Mahal!
Ya, tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu penyebab menjamurnya rokok di Indonesia adalah harganya yang relatif murah. Bisa diecer beli per batang, dengan harga kisaran seribu rupiah. Nggak heran siapa aja bisa beli, bahkan anak sekolah dengan menyisihkan uang jajan mereka. Duh nulis ini sambil gregetan karena penjual itu kenapa sih boleh aja kalau anak-anak beli rokok? Huhuu
Makanya salah satu cara untuk menekan meluasnya rokok terutama di kalangan miskin dan anak-anak adalah dengan menaikkan harga rokok.
Syukurlah, saat ini mulai digencarkan kampanye Rokok Harus Mahal. Salah satunya serial Talkshow #RokokHarusMahal yang merupakan program radio Ruang Publik KBR. Disiarkan pukul 09.00 – 10.00 WIB melalui 100 radio jaringan KBR (Kantor Berita Radio) di seluruh Indonesia, talkshow ini sudah berjalan 5 kali dengan tema berbeda. Dan tema kelima yang dibahas kemarin (Rabu, 20 Juni 2018) adalah:
Selamatkan JKN dan Kelompok Miskin, Rokok Harus Mahal
Tema ini diangkat karena prevalansi perokok yang makin meluas menjadi beban dalam anggaran kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyakit akibat rokok mendominasi pasien BPJS. Salah satu yang membuat prevalansi perokok adalah harganya yang murah. Menaikan harga rokok sehingga tak lagi terjangkau oleh kelompok miskin diyakini akan mengurangi prevalansi perokok di kelompok ini, yang pada akhirnya akan memangkas beban JKN.
Dengan narasumber Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MPH – Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM Universitas Indonesia dan Yurdhina Meilisa – Planning and Policy Specialist Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) dan dipandu oleh Don Brady, talkshow ini membahas lebih lanjut kaitan rokok dengan alokasi dana PBJS.
70% Pasien BPJS Memiliki Riwayat Penyakit Akibat Rokok
Ini miris banget sih, karena logikanya mereka sakit dibikin sendiri. Dan ketika sakit dibayarin sama negara. Duh yaaa. Profesor membenarkan hal ini, dan mengatakan memang mayoritas peserta JKN itu perokok. Dan yang lebih parah lagi, mayoritas peserta yang ekonominya kurang mampu, juga perokok. Mayoritas peserta yang yang disebut sebagai PBPU ( Pekerja Bukan Penerima Upah ) alias punya income sendiri seperti tukang ojek, pekerja-pekerja petani, juga doyan rokok. Candu banget malah.
So True!
Yang makin miris, akhirnya dana di JKN yang memang terbatas, terserap oleh mereka-mereka yang sudah kecanduan rokok. Kalau tidak dilakukan kendali, maka ke depan, dana JKN akan semakin tidak memadai.
“Ya dengan kondisi sekarang, salah satu cara yang paling efektif yang terbukti di dunia, telah di uji, adalah menaikkan harga rokok. Kalau harga rokok itu naik, seperti hukum ekonomi, konsumsi akan turun sedikit, tapi tidak berhenti, karena mereka sudah nyandu. Jadi akan ngurangin sedikit, pelan-pelan inshaAllah dalam waktu 20-30 tahun akan lebih terkontrol, jadi jangka panjang”, kata Prof. Dr. Hasbullah.
Konsumsi Rokok Mengurangi Konsumsi Makanan Bergizi
Hal ini disampaikan oleh Yurdhina Meilisa atau yang biasa disapa Mba Ica, bahwa berbicara tentang nutrisi, kalau dilihat 22% per kapita income mingguan masyarakat miskin itu dipakai untuk rokok. Selain itu data analisis dari tahun 1997-2014 konsumsi keluarga di rumah tangga yang bapaknya merokok, pada periode itu bisa dilihat kenaikan rokok dibarengi dengan penurunan konsumsi daging dan juga ikan. Jadi beneran ada substitusi dari yang tadinya dipakai untuk membeli makan dan kebutuhan keluarganya kemudian dipakai untuk membeli rokok.
Iya logika kita sederhana sih ya, daripada buat beli rokok kan mending buat makanan yang enak-enak dan bergizi buat keluarga dan anak-anaknya. Tapi bagi perokok, nggak sesimpel itu. Mereka suka, mereka butuh (udah nyandu) jadi yasudah beli rokok terus.
Makanya kembali lagi, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menaikkan harga rokok. Dengan #RokokHarusMahal, kita bisa menyelamatkan keluarga dari segi kesehatan dan ekonominya, dan sekaligus menyelamatkan anggaran negara yang selama ini kucurannya kebanyakan lari untuk perokok juga.
Yuk, Dukung Petisi #RokokHarusMahal
Ada pesan bagus dari Prof. Dr. Hasbullah saat sesi talkshow kemarin, bahwa segala hal baik tentunya tidak akan berjalan kalau tidak dimulai. Ya kan? Nah,kita bisa mulai sekarang dari diri sendiri. Dengan pelan pelan sounding ke keluarga, orang tua, agar mulai mengendalikan konsumsi rokok. Berhenti yang sudah terlanjur pasti susah, tetapi mengendalikan, mengurangi dikit-dikit oke kok. Mengendalikan supaya anak-anak tidak membeli rokok itu yang paling penting.
“Oleh karena itu saya minta kepada semua pendengar, mendukung agar harga rokok segera dinaikkan, supaya anak-anak kita, saudara-saudara kita yang masih remaja, tidak kecebur dalam jebakan industri rokok”, lanjut profesor.
Gimana cara dukungnya?
Yang paling mudah dan, tinggal modal jempol dan kuota, silakan ikut tandatangani petisi #RokokHarusMahal di sini ya:
http://change.org/rokokharusmahal
Semoga pemerintah bisa lebih serius dan berani untuk menaikkan cukai rokok. Demi masa depan yang lebih baik. Setuju? 🙂
Salam,
Nyak Rotun